Text
Garis Tepi Seorang Lesbian
Buku ini dah lama saya cari (karena kabarnya best seller; a must read), tapi ga pernah dapet. Eeeeh, ternyata ketemu di perpustakaan PT PUSRI secara ga sengaja pula. Jadilah saya pinjem ni buku dan si mbak penjaga kudu nyari arsip keanggotaan saya (btw bahkan foto saya di arsip masih foto saya waktu masih murid TK –jadul banget ga coba; senior citizen nih ehehehehe).
Saya dah membaca beberapa novel Herlinatiens; ternyata emang dah gaya nulisnya ya yang –emmm- ga biasa. Menurut perkiraan saya ,Herlinatiens bukan penulis yang nemuin writer’s block karena novel2nya bisa dibilang ga bermain di setting atau pun pada alur. Dia kayanya dah punya kerangka tema yang solid; dia tipe penelilti kayanya. Bagi penggemar novel teenlit, kamarcewe atau pun metro pop, jangan pikir akan menemukan keemarannya disini. Tapi sungguh, buku yang satu ini sangat layak untuk dibaca. Bagi yang pingin merasakan kehilangan cinta yang terenggut (halah bahasanya!), cinta mati, hingga ‘berbicara’ dengan Tuhan; please take your place ;)
Ceritanya ttg cewe yang harus pisah sama cinta sejenisnya; namun terus percaya dan menunggu kembalinya sang kekasih (halah lagi!). Dia yang berusaha agar si tokoh membencinya dan pergi menjauh. Namun tokoh buku ini terlalu bahagia akan cintanya hingga melupakan luka. Alur yang sudah terencana dengan baik; terpisah-menunggu-encountering seductions-dst. Si tokoh mencurahkan isi hatinya di buku ini melalui (kayanya) surat/email dengan dua orang temannya dan juga unsent letters --buat si kekasih. Ibu yang demanding, ayah yang penyayang dan sedang dalam kondisi sakit membuatnya mengambil langkah mengejutkan: memutuskan untuk menikah. Pria yang nyaris sempurna; tampan, kaya dan mencintainya. Apakah dia akan ‘menyerah’?
Buku ini tentang bagaimana kehidupan yan kita emban ini bukan melulu otoritas kita. Benarkah? Apakah itu bisa dibilang sebenar2nya kehidupan? Bisa dilihat juga bahwa tekanan-tekanan bisa membuat akal sehat semakin menipis dan kepedulian pada orang lain malah menjadi bahan untuk ditertawakan. Banyak analogi kehidupan yang bisa kita tangkap sekalipun bahkan misalnya kita tidak mempunyai perhatian terhadap dunia lesbianism, dengan paparan yang memadai karena novel ini adalah hasil dari penelitian yang berdedikasi (katanya sih ehehehe).
Ini sebenarnya hanya kisah cinta biasa, namun saya mohon (duh!) jangan terlalu cepat menyimpulkan. Sudah saya bilang, Tien tidak bermain di alur; kamu amati sendiri deh cara penyampaiannya. Saran saya, bacanya yang cepat aja, ga usah dipikiiiiir bener kaya baca cerita detektif. Cuma saya agak terganggu dengan penggunaan bahasa asing (terutama bahasa Inggris) di beberapa tempat yg ga begitu penting, jadi agak dipaksakan aja kesannya. Atau mungkin perasaan saya aja ya, secara lagi giat men-Indonesiakan bahasa Indonesia ehehehe…
Untuk apa aku menangis, karena semua sudah sedemikian tak pasti. Tapi aku telah terlanjur hampir mati karena histeris. Pecahkan misteri bersambung ini, tentang cintaku yang coba kau runtuhkan. Sebuah pengharapan yang tak berbalas.
Hanya ingin rebah di lapang hatimu.
Hanya ingin menangis di sudut bibirmu.
Hanya inin mencintaimu.
Tak lebih dari itu…
Kau benar kekasihku, aku bisa hidup tanpamu. Hidup dalam pesakitan dengan seperempat nafas yang menghentak-hentak...
YPII0000920SMATRI | 813 HER g | Perpustakaan SMA Trinitas Bandung | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain