Text
Ripin : Cerpen Kompas Pilihan 2005 - 2006
Cerpen “Ripin” yang dimuat di Kompas edisi 24 April 2005 ini, bercerita soal keinginan Ripin untuk bisa menonton pasar malam yang digelar di kampungnya. Dia berhasrat benar untuk bisa menonton bersama emaknya –yang menggilai Rhoma Irama. Dan kebetulan di pasar malam itu akan tampil seorang pria yang mirip Bang Roma yang mengaku bernama Ruslan Irama. Keinginannya itu meskipun diiyakan sang emak, mendapat sandungan dari bapaknya yang beringas. Hingga akhirnya hanya Ripin yang bisa pergi ke sana tanpa emaknya yang bertengkar dengan bapak, dan kemudian diketahuinya mati karena kepalanya dihantamkan ke dinding.
Beragam tema yang diangkat dalam buku Kumcer ini. Sebagai karya yang dimuat di edisi 2005-2006, sebagian ada yang sama mengangkat kisah pilu soal tragedi tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Tapi tentu saja dengan gaya dan plot cerita yang berbeda. Seperti “Nistagmus”, “Laut Lepas Kita Pergi” (Kurnia Effendi), dan “Ibu Pergi ke Laut” (Puthut EA). Selebihnya mengangkat temanya masing-masing, baik bergaya realisme maupun surealis.
Sebagai Cerpen pilihan dua panelis tamu Kompas itu, pembaca buku ini tentu bisa membaca bagaimana sebenarnya “selera” si pemilih. Dan wajar juga bila pembaca memilih sendiri cerita yang dianggapnya terbaik dari 16 Cerpen yang ditampilkan itu. Saya sendiri, setelah membaca seluruhnya, justru memilih karya Puthut EA “Ibu Pergi ke Laut”.
Di samping ceritanya yang sederhana dan menggugah hati, alasan nyelenehnya adalah, karena judul yang dipakai Puthut EA benar-benar bisa ditarik ulur ke sana-kemari. Baca lamat-lamat; ibu pergi ke laut mengingatkan kata-kata dalam buku bahasa anak SD. Dalam konteks kekinian, pergi ke laut dijadikan bahasa prokem ke laut ajee…
Di awal-awal membaca judul, pembaca langsung mencoba menebak, ngapain ibu ke laut? Bukankah biasanya bapak yang ke laut? Tapi setelah membaca tuntas, dugaan itu mentah di tangan Puthut. Ibu pergi ke laut, menjadi kata penghibur bagi si anak yang ditinggal ibunya yang menjadi korban tsunami Aceh. Bahasa yang dipakai begitu mudah dimengerti dan menggunakan sudut pandang seorang anak dalam menjalani hari-harinya tanpa si ibu.
Tapi bagaimana pun, keseluruhan Cerpen di buku ini memang bagus-bagus. Dan para penulisnya memang sebagian besar adalah orang-orang yang telah punya nama di negeri ini. Tapi soal selera, tetap bisa beda bukan?
YPII0001366SMATRI | 899.221 301 PAM r | Perpustakaan SMA Trinitas Bandung | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain